IQPlus, (6/8) - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan tantangan ekonomi Indonesia akan terlihat pada triwulan III dan IV tahun 2024. "Kalau ekonomi tumbuhnya 5,05 persen year on year/yoy (pada triwulan II-2024), sebenarnya tantangannya belum terlihat sekarang atau terlihat di kuartal ke-2 kemarin, tapi tantangan justru terlihat di kuartal ketiga dan kuartal keempat. Kenapa? Karena tekanan-tekanan ekonominya ini mulai kelihatan di kuartal ketiga. Salah satunya PMI (Purchasing Managers' Index) manufaktur yang sudah terlihat dalam kondisi yang tidak ekspansif atau di bawah angka 50," ujarnya dalam Biweekly Brief CELIOS yang diadakan secara virtual, Jakarta, Senin. Melihat dari sisi konsumsi rumah tangga, daya beli kelas menengah disebut masih lemah pada triwulan II-2024. Apalagi, lanjut dia, tidak ada event yang kemudian mampu mendorong konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2024 sebagaimana pada triwulan I dan II masih menikmati pengaruh dari Idul Fitri dan mudik Lebaran. Sektor pertambangan dan penggalian juga menunjukkan pelambatan dari 9,31 persen ke 3,17 persen yoy pada triwulan II yang sejalan dengan koreksi berbagai harga komoditas, termasuk nikel. Hal ini disebabkan lesunya permintaan, terutama dari Tiongkok. Untuk sektor konstruksi, masih tumbuh 7,29 persen berkat topangan percepatan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN), sementara sektor real estate hanya mampu tumbuh 2,16 persen. Capaian ini sejalan dengan Non Performing Loan (NPL) Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang mulai menanjak sejak awal tahun. Mengenai belanja pemerintah, Bhima menyatakan masih turun drastis pasca pemilu dari 19,9 persen yoy per triwulan I-2024 ke 1,42 persen yoy. Indikasi yang menyebabkan hal tersebut adalah adanya penyesuaian bantuan sosial (bansos) pasca pemilu berkontribusi terhadap pelemahan belanja pemerintah. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memaparkan beberapa dampak tekanan ekonomi di Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia. Pertama adalah adanya peningkatan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. "Kalau ada indikator resesi yang semakin menguat, ketidakjelasan sikap dari bank sentral Amerika, (maka para investor bisa beralih) ke safe haven-nya (aset yang lebih aman) bisa beragam, bisa emas, bisa kemudian dolar Amerika dalam jangka menengah," ujarnya dalam Biweekly Brief CELIOS yang diadakan secara virtual, Jakarta, Senin. (end/ant)