IQPlus, (23/11) - Bursa saham di Asia-Pasifik dibuka bervariasi Kamis pagi setelah Wall Street memasuki libur Thanksgiving dengan reli yang luas. Lebih dari separuh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek New York naik pada hari Rabu. Nasdaq yang padat teknologi juga mengalami peningkatan partisipasi, dengan 62,9% saham dalam indeks naik dan dan mid-caps ungggul masing-masing naik 0,7% dan 0,6%. Di Asia-Pasifik, S&P/ASX 200 Australia turun 0,58%, memperpanjang penurunan dari hari sebelumnya. Negara ini melihat aktivitas bisnisnya berkontraksi lebih cepat di bulan November, menurut perkiraan awal dari Judo Bank. Indeks manajer pembelian gabungan Australia turun menjadi 46,4, turun dari 47,6 pada bulan Oktober. Kospi di Korea Selatan naik 0,18%, mengikuti kenaikan untuk hari keempat berturut-turut, sementara saham berkapitalisasi kecil Kosdaq juga menguat 0,16% dan Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong berada di 17,692, menunjukkan pembukaan yang lebih lemah dibandingkan dengan penutupan HSI di 17,734.6 dan Pasar Jepang tutup karena hari libur umum. Semalam di AS, ketiga indeks utama pulih dari kerugian pada hari Selasa, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun juga sempat jatuh ke level terendah dalam dua bulan. Imbal hasil Treasury 10-tahun sempat turun menjadi 4,369% pada Rabu pagi, level terendah sejak 22 September. Kemudian pulih dan terakhir sedikit berubah pada 4,41%. Dow Jones Industrial Average naik 0,53%, sedangkan S&P 500 naik 0,41%. Nasdaq Composite menguat 0,46%. Aktivitas bisnis Australia mengalami kontraksi pada laju tercepat dalam 27 bulan, menurut perkiraan awal Judo Bank. Indeks manajer pembelian gabungan di negara tersebut mencapai 46,4, menunjukkan kontraksi yang lebih cepat dibandingkan dengan 47,6 yang terlihat pada bulan Oktober. PMI manufaktur merosot ke 47,7, terendah dalam 42 bulan, sedangkan PMI jasa mencapai terendah dalam 26 bulan dan berada di 46,3. Laporan bank tersebut mencatat bahwa penurunan ini terutama disebabkan oleh .penurunan bisnis baru yang lebih tajam baik di sektor manufaktur maupun jasa. "Hal ini terjadi di tengah meluasnya laporan mengenai melemahnya kondisi ekonomi dan tingginya suku bunga yang berdampak negatif terhadap anggaran," tambahnya. (end/cnbc)